Monday 14 June 2010

Propaganda dan Komunikasi Politik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Diktum Lasswell akan selalu diingat oleh mereka yang pernah sedikit belajar ilmu politik atau ilmu komunikasi – karena sesungguhnya Harold Lasswell adalah ilmuwan politik-; “Who says what, to whom, to which channel and with what effect.” Inilah diktum yang akan selalu diingat sebagai suatu model teori komunikasi yang linier, yang ia temukan dari hasil pengamatan dan praktek yang ia lakukan sepanjang
masa perang dunia pertama dan kedua. Pada tahun 1926, Harold Lasswell menulis disertasinya yang berjudul “Propaganda Technique in the World War,” yang menyebutkan sejumlah program propaganda
yang bervariasi mulai dari konsep sebagai strategi komunikasi politik, psikologi audiens, dan manipulasi simbol yang diambil dari teknis propaganda yang dilakukan oleh Jerman, Inggris, Perancis dan Amerika.
Sebenarnya kata propaganda sendiri merupakan istilah yang netral. Kata yang berasal dari bahasa Latin “to sow” yang secara etimologi berarti: “menyebarluaskan atau mengusulkan suatu ide” (to disseminate or propagate an idea). Namun dalam perkembangannya, kata ini berubah dan mengandung konotasi negatif yaitu pesan propaganda dianggap tidak jujur, manipulatif, dan juga mencuci otak.18 Pada perkembangan awal ilmu komunikasi, propaganda menjadi topik yang paling penting dibahas pada masa itu, namun anehnya, setelah tahun 1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu sosial di Amerika. Sebagai penggantinya muncullah istilah seperti komunikasi massa (mass communication) atau penelitian komunikasi (communication research), menggantikan istilah propaganda atau opini publik untuk menjelaskan pekerjaan peneliti komunikasi. 19 Lasswell sendiri memberikan definisi atas propaganda sebagai “manajemen darimtingkah laku kolektif dengan cara memanipulasi sejumlah simbol signifikan”. Untuknya definisi ini tidak mengandung nilai baik atau buruk, dan penilaiannya sangat bergantung pada sudut pandang orang yang menggunakannya. Sementara itu ahli lain (Petty & Cacioppo, 1981) menyebut propaganda sebagai usaha “untuk mengubah pandangan orang lain sesuai yang diinginkan seseorang atau juga dengan merusak pandangan yang bertentangan dengannya.” Dalam pengertian ilmu komunikasi, baik propaganda maupun persuasi adalah kegiatan komunikasi yang memiliki tujuan tertentu (intentional communication), dimana si sumber menghendaki ada perilaku yang berubah dari orang lain untuk kepentingan si sumber tapi, belum tentu menguntungkan kepada orang yang dipengaruhi tersebut. Jadi propaganda lebih menunjuk pada kegiatan komunikasi yang satu arah, sementara persuasi lebih merupakan kegiatan komunikasi interpersonal (antar individu), dan untuk itu mengandalkan adanya tatap muka berhadap-hadapan secara langsung. Dengan demikian sebenarnya propaganda adalah persuasi yang dilakukan secara massal.20 Lasswell juga terlibat dalam proyek perang dunia II, dengan melakukan analisa isi terhadap pesan-pesan propaganda yang dilakukan oleh pihak sekutu. Dengan analisa tersebut, Lasswell bermaksud meningkatkan kemampuan dan metodologi propaganda yang dilakukan pada masa itu. Dengan kata lain, Lasswell tak Cuma menganalisa propaganda tapi ia juga menciptakan propaganda lain, menghasilkan para murid yang ahli propaganda untuk membantu pemerintah Amerika dalam mengembangkan propaganda dan program intelejen dari pemerintah.21 Sementara itu, tokoh lain yang mengembangkan metode propaganda adalah Walter Lippman, yang juga membuat fondasi awal teori propaganda dari bukunya yang kemudian menjadi buku teks book berbagai universitas beberapa dekade kemudian, Public Opinion (1922) dan The Phantom Public (1925).22 Lippman menulis kedua bukunya berdasarkan pengalamannya sebagai kepala penulis dan editor untuk leaflet bagi kepentingan unit propaganda Amerika. 23 Lippman dalam bukunya mengambil contoh apa yang dilakukan oleh tentara
Perancis dalam perang melawan Inggris pada masa PD I, yaitu Perancis tiap minggu mengumumkan penghitungannya atas jumlah korban yang jatuh di pihak Jerman, dan tiap minggu jumlahnya bertambah dalam skala ratusan ribu; 300.000, 400.000, 500.000 dan seterusnya. Tentu saja ini merupakan disinformasi yang dilakukan oleh Perancis dan menurut Lippman, hal ini merupakan bagian dari propaganda. Lippman mengemukakan tesisnya soal propaganda ini: “Bila sekelompok orang dapat menahan khalayak untuk mendapatkan akses mereka terhadap berita, dan bisa memunculkan berita tentang peristiwa yang mereka kehendaki, pastilah di situ ada propaganda”. Lebih lanjut ia mengatakan: “Untuk menghasilkan suatu propaganda, haruslah ada hambatan antara publik dengan peristiwa yang terjadi.”24 Rogers kemudian mengomentari, semasa perang terjadi, pengelola propaganda dari pemerintah menjadi pengatur lalulintas berita tentang peristiwa-peristiwa penting, dan untuk Lippman propaganda kemudian dimengerti sebagai situasi dimana arus komunikasi menjadi terbatas dan ada sekelompok orang yang berkeinginan untuk mendistorsi berita. Buat Lippman, komunikasi massa adalah sumber utama dari krisis dunia modern dan komunikasi adalah instrumen yang diperlukan untuk mengelola apapun secara elitis. Menurutnya lagi, ilmu-ilmu sosial menawarkan alat yang bisa membuat administrasi

struktur social macam apapun yang tidak stabil menjadi lebih rasional dan efektif. Lippman percaya, propaganda adalah satu alat untuk melakukan mobilisasi massa yang lebih murah daripada terjadinya kekerasan, penyogokan atau cara-cara control lainnya. Dalam artikel lainnya pada tahun 1933, Lasswell pun menambahkan preposisinya, bahwa pengelolaan masalah sosial dan politik yang baik seringkali tergantung pada koordinasi yang rapi antara penggunaan propaganda dan penggunaan paksaan, penggunaan jalan kekerasan atau damai, iming-iming ekonomi, negosiasi diplomatis dan teknik-teknik lainnya. 25
Propaganda dalam praktek awal Orde Baru: aliansi TNI AD dan CIA
Sekarang saya agak sedikit melompat untuk bicara tema lain yang masih berkaitan dengan tema utama soal Propaganda. Bagian ini sekedar menguraikan bagaimana
metode Propaganda dipergunakan untuk menjungkalkan Sukarno pada tahun 1965/6, sebagai bagian dari konspirasi Angkatan Darat dan CIA. Hal ini merupakan sekedar ilustrasi tentang bagaimana beroperasinya metode Propaganda yang kemudian diadopsi oleh Negara Orde Baru dan kelompok bisnis untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan dan glorifikasi industri-industri baru di Indonesia. Saskia Wieringa ketika menulis studinya soal Gerwani43 pada tahun 1965 menunjukkan dengan rinci, bagaimana proses propaganda dilakukan oleh pihak Angkatan Darat untuk memanipulasi dan mendiskreditkan PKI, dan organisasi lain seperti Pemuda Rakyat dan Gerwani, sebagai pelaku pembunuhan para jendral. Propaganda yang dilakukan oleh kelompok Angkatan Darat, memang sangat efektif. Terbukti setelah mereka menguasai kembali Radio Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1965 senjahari, sebelumnya mereka pun telah menebar jaringan Koran atas nama Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha di berbagai kota di Indonesia, dengan menerbitkan kedua Koran tersebut dengan berbagai edisi, misalnya edisi Jawa Barat, Jawa Timur, edisi Sumatera, edisi bahasa Inggris, dan bahasa Cina.44 Bahwa CIA punya peran penting di balik propaganda untuk menjatuhkan Sukarno, buktinya menjadi makin jelas dari hari ke hari. Dengan membaca artikel yang ditulis oleh Maruli Tobing, wartawan harian Kompas,45 terlihat makin jelas beberapa bukti keterlibatan CIA, terutama dari sisi bagaimana suatu propaganda dilakukan.46 Dengan mengutip Roland G. Simbulan, seorang professor dari University of Philippines, disebutkan bahwa pada tahun 1965, ada suatu pemancar radio yang sangat kuat, yang bernama Suara Indonesia Bebas, yang getol melancarkan propaganda untuk memberontak dari Sukarno, yang kekuatan pemancarnya bisa ditangkap oleh seluruh radio gelombang pendek di Indonesia, dan sumber pemancar itu ada di markas Jendral Soeharto, yang diangkut lewat sebuah pesawat pengangkut US Air Force C-130 atas perintah langsung dari William Colby, Direktur CIA Divisi Asia Timur Jauh. Dengan mengutip Peter Dale Scott, juga digambarkan bagaimana trik disinformasi CIA yang begitu canggih menimbulkan ketegangan yang luar biasa, khususnya antara PKI dan kelompok Jendral Nasution, misalnya, dengan memproduksi berbagai leaflet atau pamflet. Ralph McGehee, anggota CIA dari bagian Counterintelligence seksi Komunisme International, juga menyebut bahwa proses eskalasi disinformasi secara sistematis telah dilakukan CIA di Indonesia pada tahuntahun krusial tersebut. Proses disinformasi merupakan ‘prosedur baku dalam operasi rahasia CIA’, terutama untuk negara-negara yang pemimpin atau kelompok politiknyab dianggap menghalangi kepentingan Amerika, di antaranya adalah Presiden Arbenz di Guatemala tahun 1954, Sukarno di Indonesia tahun 1965-66, Allende di Chile tahun 1973, Juan Torres di Bolivia tahun 1971, Arosemana di Dominika tahun 1963, dan Joao Goulart di Brasil tahun 1964. 47 Propaganda yang dilakukan pada awal Orde Baru ini, kemudian diadopsi oleh institusi Negara dan kemudian dikembangkan dalam suatu paradigma baru, paradigma pembangunan ekonomi atau juga bisa disebut sebagai paradigm Modernisasi. Berbagai program pemerintah dilakukan dengan cara propaganda, mulai dari soal trilogy pembangunan, kampanye keluarga berencana, pemasyarakatan pancasila ala Orde Baru, dibuatnya institusi-institusi pendukung propaganda ini, misalnya BP7 dan kemudian penerapannya dalam berbagai program pendidikan formal, pembuatan film-film yang menggaungkan kemenangan tentara dan jasa-jasa mereka di masa lalu. 48 Dan para pendukung proyek propaganda negara ini, sebagian adalah sarjanasarjana komunikasi yang kemudian menjadi birokrat negara, karena sebagian dari mereka percaya bahwa program komunikasi pembangunan terutama harus diterapkan lewat jaring-jaring birokrasi yang ada.Sementara itu di kalangan kelompok bisnis, terutama misalnya industri periklanan dan juga industri public relations, metode propaganda juga dipakai untuk kepentingan mengkampanyekan berbagai produk konsumtif kepada masyarakat lewat iklan-iklan yang diproduksi di berbagai media. Angka belanja iklan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan dan para perusahaan iklan dan humas internasional pun perlahan-lahan masuk ke Indonesia yang dianggap sebagai “sebuah pasar yang luas dan (pernah) dianggap sebagai salah satu negara industry baru di Asia”. Noam Chomsky,49 menulis, “State propaganda, when supported by the educated classes and when no deviation is permitted from it, can have a big effect.” Chomsky mengutip Walter Lippman yang berpendapat bahwa demokrasi yang berjalan dengan baik mengandaikan adanya suatu kelas dalam masyarakat yang memiliki fungsi yang aktif dalam menjalankan berbagai hal, dan mereka merupakan kelas yang khusus (specializes class), yang melakukan analisa, mengeksekusi, memutuskan kebijakan dan menjalankan sistem politik, ekonomi dan ideologi. Buat Chomsky, ada pertanyaan implisit atas bagaimana kelompok kelas khusus ini mencapai posisinya, dan saat dimana mereka menjadi kelompok yang memutuskan kebijakan publik. Jawabannya, cara mereka untuk sampai pada posisi tersebut adalah dengan melakukan politik kekuasaan. Pun kalau mereka tidak menguasai keahlian khusus, mereka tidak akan menjadi anggota kelas khusus tersebut, dan mereka juga harus merupakan kelompok yang telah mengalami indoktrinasi yang dalam tentang nilai-nilai dan kepentingan dari kelompok bisnis atau negara yang mereka wakili. Menurut Chomsky, Perkembangan industri PR di Amerika bertujuan untuk “mengontrol pikiran publik” seperti yang dikemukakan oleh para pemimpin bisnis ini. Mereka belajar banyak dari sukses yang diraih oleh Komisi Creel dan sukses untuk
menakut-nakuti bahaya Merah/komunis dan kelanjutannya. Industri PR Amerika berkembang pesat pada tahun 1920-an dalam menciptakan subordinasi total kepada masyarakat demi kepentingan bisnis.50
 “Penyelenggaraan kekuasaan terus menerus menciptakan pengetahuan, dan sebaliknya pengetahuan tak henti-hentinya menimbulkan efek kuasa. Pengetahuandan kekuasaan saling terkait satu sama lain. Kita tidak bisa membayangkan suatu ketika pengetahuan tidak lagi tergantung pada kekuasaan. Mustahil
menyelenggarakan kekuasaan tanpa pengetahuan, sebagaimana halnya mustahil pengetahuan tak mengandung kekuasaan.”51 Hubungan resiprokal antara kuasa dan pengetahuan sebagaimana dilansir Foucault tersebut, menjelaskan banyak hal tentang apa yang sesungguhnya terjadi dalam perkembangan ilmu Komunikasi di Indonesia. Ada kepentingan kekuasaan yangb hendak mencari legitimasi dari pengetahuan dan sebaliknya pengetahuan sendiri memiliki dimensi kekuasaan yang akan bisa dipakai kekuasaan manapun. Sekali lagi tulisan ini barulah pengantar untuk memasuki wilayah baru dalam
mengenali genealogi perkembangan ilmu komunikasi di Indonesia. Dan setidaknya tulisan ini hendak mencoba mengungkit-ungkit legitimasi ilmu komunikasi yang berkembang di Indonesia, yang sering diterima tanpa melakukan kritik terhadap konteks-konteks yang mengikuti perkembangan pengetahuan itu sendiri.*** Akhir Januari – awal Maret 2001 Paper ini pernah didiskusikan di Forum Diskusi Bulan Purnama, Jaringan Kerja Budaya (JKB), Maret 2001.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Defenisi
Propaganda (dari bahasa Latin modern: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan. ) adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sejumlah orang yang banyak. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.
Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda lebih menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk merubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran yang lebih lanjut untuk kepentingan agenda politik.
Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan berpengaruh langsung pada perilaku untuk pencapaian suatu respon yang sama dengan niat yang dikehendaki dari pelaku propaganda.
Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan/ kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol social.

B.     Macam-macam definisi propaganda
Definisi propaganda modern
Propaganda adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda.
  • Jacques Ellul mendefinikan propaganda sebagai komunikasi yang “digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, diersatukan secara psikologis dan tergabungkan di dalam suatu kumpulan atau organisasi.” Bagi Ellul, propaganda erat kaitannya dengan organisasi dan tindakan, yang tanpa propaganda praktis tidak ada.
  • Dalam Everyman's encyclopedia propaganda merupakan suatu seni untuk menyebarkan dan meyakinkan suatu kepercayaan, khususnya kepercayaan agama atau politik.
  • Leonard W. Dobb, sebagai pakar opini publik, menyatakan bahwa propaganda merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh individu-individu yang berkepentingan untuk mengontrol sikap kelompok termasuk dengan cara menggunakan sugesti, sehingga berakibat menjadi kontrol terhadap kegiatan kelompok tersebut.
  • Menurut Jozef Goebbels, Menteri Propaganda Nazi di zaman Hitler, mengatakan: Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya. Tentang kebohongan ini, Goebbels juga mengajarkan bahwa kebohongan yang paling besar ialah kebenaran yang dirubah sedikit saja [2]
C.    Tipologi propaganda
Propagandis mencoba untuk mengarahkan opini publik untuk mengubah tindakan dan harapan dari target individu. Perangkat propaganda merupakan sensor lengkap. Keberlakuan dalam urutan yang sama, tetapi secara negatif, berfokus dengan pilihan informasi yang bermanfaat dengan penafsiran yang dikehendaki. Propaganda hasil oleh penguasaan informasi, sementara sensor dihapus. Mereka adalah dua sisi dari strategi mental yang sama dominasi, yang digunakan terutama dalam konteks perang. Kedua jenis manipulasi dapat saling tergantung, sensor menciptakan propaganda kebutuhan yang cepat untuk mengisi. Yang membedakan propaganda dari bentuk-bentuk lain dari rekomendasi adalah kemauan dari propagandis untuk membentuk pengetahuan dari orang-orang dengan cara apapun yang pengalihan atau kebingungan.
Propaganda adalah senjata yang ampuh dalam membantu untuk merendahkan musuh dan menghasut kebencian terhadap kelompok tertentu, mengendalikan representasi bahwa itu adalah pendapat dimanipulasi. Metode propaganda termasuk kegagalan untuk tuduhan palsu.
propaganda dapat digolongkan menurut sumbernya:
  • "propaganda putih" berasal dari sumber yang dapat diidentifikasi secara terbuka.
  • "propaganda hitam" berasal dari sumber yang dianggap ramah akan tetapi sebenar-benarnya bermusuhan.
  • "propaganda abu-abu" berasal dari sumber yang dianggap netral tapi sebenar-benarnya bermusuhan.
Propaganda telah berkembang dalam perang psikologis di mana propaganda menemukan ekstensinya.
  • propaganda politik yaitu melibatkan usaha pemerintah, partai atau golongan untuk pencapaian tujuan strategis dan taktis.
  • propaganda sosiologi yaitu melakukan perembesan budaya kemudian masuk ke dalam lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik.
D.    Komponen propaganda
  1. Pihak yang menyebarkan pesan, berupa komunikator, atau orang yang dilembagakan/lembaga yang menyampaikan pesan dengan isi dan tujuan tertentu.
  2. Komunikan atau target penerima pesan yang diharapkan menerima pesan dan kemudian melakukan sesuatu sesuai pola yang ditentukan oleh komunikator.
  3. Pesan tertentu yang telah dirumuskan sedemikian rupa agar mencapai tujuannya dengan efektif.
  4. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari komunikan.
  5. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang hendak dicapai.
  6. Dilakukan secara terus menerus.
  7. Terdapat proses penyampaian gagasan, ide/ kepercayaan, atau doktrin.
  8. Mempunyai tujuan untuk mengubah opini, sikap, dan perilaku individu/ kelompok, dengan teknik-teknik mempengaruhi.
  9. Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang bersangkutan.
  10. Menggunakan cara sistematis prosedural dan perencanaan.
  11. Dirancang sebagai sebuah program dengan tujuan yang kongkrit untuk mempengaruhi dan mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau pola yang ditentukan oleh komunikator.[3]
E.      Sejarah
Propaganda kuno
Propaganda sudah ada sejak awal terdokumentasinya sejarah manusia. Inskrpsi Behistun (515 SM) yang menggambarkan kenaikan Darius I ke tahta Persia merupakan contoh propaganda awal. Arthashastra yang ditulis oleh Chanakya (350 - 283 SM), profesor di Universitas Takshashila, membahas propaganda secara detil, termasuk cara menyebarkan propaganda dan pemakaiannya dalam peperangan. Muridnya, Chandragupta Maurya (340 - 293 SM), menggunakan cara-cara ini untuk mendirikan dan menjadi pemimpin Kekaisaran Maurya.[4] Tulisan karya penulis Romawi Kuno seperti Livy (59 SM - 17 M) dianggap propaganda pro-Romawi yang hebat. Contoh lain adalah The War of the Irish with the Foreigners abad ke-12, oleh para Dál gCais yang menggambarkan mereka sebagai penguasa sejati Irlandia.
Pergeseran makna
Pada abad 17an Gereja Katolik Roma mendirikan the congregation de propaganda (sebuah usaha untuk mempropagandakan kepercayaan tersebut) namun kalimat ini menjadi berkonotasi negatif (bermakna negatif) saat diterapkan pada abad ke 20.
Beberapa hal yang dianggap memiliki kedekatan hubungan dengan propaganda adalah kesalahan informasi seperti inflasi bahasa dan penggelembungan bahasa yang disebarluaskan.
contoh:
* Perang antara Amerika Serikat vs Irak
  • Perang dingin antara CIA dan Soviet
  • Orde baru: Dwifungsi ABRI, Mayoritas Tunggal, Asas Tunggal, Sakralitas Pancasila dan UUD'45

 Sifat
  1. Tertutup/terselubung.
  2. Terbuka.
  3. Pada awal tertutup akan tetapi lambat laun mulai terbuka.
Jenis
  1. propaganda agitasi bertujuan agar komunikan bersedia memberikan pengorbanan yang besar bagi tujuan yang langsung, mengorbankan jiwa mereka dalam usaha mewujudkan cita-cita.
  2. propaganda vertikal dengan melalui media massa
  3. propaganda horisontal dengan melalui komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi dibanding komunikasi massa.
  4. propaganda integrasi dengan penanaman doktrin.
Sistim
  1. Penggunaan simbol-simbol agar komunikan tidak tersadar dengan arah dan tujuan dari keinginan komunikator
  2. Penggunakan fakta sebagai alat pemaksa agar komunikan menerima pesan dan melakukan tindakan seperti apa yang diharapkan oleh komunikator
Metoda
  1. Metoda Koersif, sebuah komunikasi dengan cara menimbulkan rasa ketakutan bagi komunikan agar secara tidak sadar bertindak sesuai keinginan komunikator
  2. Metoda Persuasif, sebuah komunikasi dengan cara menimbulkan rasa kemauan secara sukarela bagi komunikan agar secara tidak sadar dengan seketika dapat bertindak sesuai dengan keinginan komunikator
  3. Metoda pervasif, sebuah komunikasi dengan cara menyebar luaskan pesan serta dilakukan secara terus menerus/berulang-ulang kepada komunikan sehingga melakukan imitasi atau menjadi bagian dari yang diinginkan oleh komunikator
Hubungan antara iklan, humas dan propaganda
Dalam bidang periklanan atau kehumasan untuk tujuan komersial, bisa jadi sesuatu itu bukan murni propaganda, namun dapat mengandung elemen propaganda saat pesan bertujuan untuk menyesatkan penerima pesan dengan menyembunyikan:
  • Sumber informasi
  • Tujuan informan
  • Sisi lain cerita (hanya satu pihak)
  • Konsekuensi saat pesan ini diadopsi.
Etika komunikasi persuasif
Untuk menghindari propaganda, praktisi humas memiliki beberapa etika komunikasi persuasif yang diperkenalkan oleh Prof. Richard L. Johannesen dari Northen Illinois University dimana mereka diberikan seperangkat pemilah untuk membedakan mana yang diperbolehkan dalam pesan membujuk dan mana yang dilarang dan termasuk propaganda.
Teknik-teknik propaganda
  1. Pemberian julukan (Name calling) adalah penggunaan julukan untuk menjatuhkan seseorang, istilah, atau ideologi dengan memberinya arti negatif.
Cap PKI pada penduduk desa tertentu. (Berakibat penduduk tersebut ditangkap karena menganut ideologi yang dilarang pada masa pemerintahan orde baru)
  1. Parade dangdut (Bandwagon) adalah penyampaian pesan yang memiliki implikasi bahwa sebuah pernyataan atau produk diinginkan oleh banyak orang atau mempunyai dukungan luas.
oJutaan orang mendukung aborsi (perhatikan bahwa jumlah orang dan lokasi tidak dinyatakan secara spesifik).
oSemua dokter gigi menggunakan Oral B (perhatikan bahwa jumlah dan lokasi tidak dinyatakan secara spesifik).
  1. Teknik transfer adalah suatu teknik propaganda dimana orang, produk, atau organisasi diasosiasikan dengan sesuatu yang mempunyai kredibilitas baik/ buruk.
Sampoerna Hijau, enaknya rame-rame (baca: rokok diasosiasikan dengan persahabatan)
  1. Tebang pilih (Card stacking) adalah suatu teknik pemilihan fakta dan data untuk membangun kasus dimana yang terlihat hanya satu sisi suatu isyu saja, sementara fakta yang lain tidak diperlihatkan.
  2. Penyamarataan yang berkilap (Glittering generalities) adalah teknik dimana sebuah ide, misi, atau produk diasosiasikan dengan hal baik seperti kebebasan, keadilan, dan demokrasi.
Marlboro citarasa Amerika sejati
  1. Manusia biasa (Plain folks) adalah salah satu teknik propaganda yang menggunakan pendekatan yang digunakan oleh seseorang untuk menunjukkan bahwa dirinya rendah hati dan empati dengan penduduk pada umumnya.
    • Cara ini banyak digunakan untuk kampanye untuk memperoleh kekuasaan politik (kursi presiden, bupati, pemerintah daerah). Biasanya acara telah dirancang sedemikian rupa saat individu yang dicalonkan lewat, maka ia akan mencium bayi, bersalaman dengan orang biasa, hingga memeluk orang papa.
  2. Kesaksian (testimonial) adalah salah satu teknik propaganda yang paling umum digunakan dimana ditampilkan seseorang yang untuk bersaksi dengan tujuan mempromosikan produk tertentu, terkadang dalam kesaksiannya orang yang sama menjelek-jelekkan produk yang lain.

BAB III
KESIMPULAN
Pada perkembangan awal ilmu komunikasi, propaganda menjadi topik yang paling penting dibahas pada masa itu, Namun setelah tahun 1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu sosial di Amerika. Sebagai penggantinya muncul istilah seperti komunikasi massa (mass communication) atau penelitian komunikasi (communication research), menggantikan istilah propaganda atau opini publik untuk menjelaskan pekerjaan peneliti komunikasi. Untuknya propaganda tidak mengandung nilai baik atau buruk, dan penilaiannya sangat bergantung pada sudut pandang orang yang menggunakannya.
Sementara itu propaganda bisa juga disebut sebagai usaha untuk mengubah pandangan orang lain sesuai yang diinginkan seseorang atau juga dengan merusak pandangan yang bertentangan dengannya. Dalam pengertian ilmu komunikasi, baik propaganda maupun persuasi adalah kegiatan komunikasi yang memiliki tujuan tertentu (intentional communication), dimana si sumber menghendaki ada perilaku yang berubah dari orang lain untuk kepentingan si sumber tapi, belum tentu menguntungkan kepada orang yang dipengaruhi tersebut. Jadi propaganda lebih menunjuk pada kegiatan komunikasi yang satu arah, sementara persuasi lebih merupakan kegiatan komunikasi interpersonal (antar individu), dan untuk itu mengandalkan adanya tatap muka berhadap-hadapan secara langsung. Dengan demikian sebenarnya propaganda adalah persuasi yang dilakukan secara massa
 Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda lebih menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk merubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran yang lebih lanjut untuk kepentingan agenda politik.
Propaganda adalah senjata yang ampuh dalam membantu untuk merendahkan musuh dan menghasut kebencian terhadap kelompok tertentu, mengendalikan representasi bahwa itu adalah pendapat dimanipulasi
Namun dalam pelaksanaannya, propaganda adalah alat komunikator yang baik demi terciptanya suatu social control dan teknik penguasaan. Untuk itu, dengan berbagai macam teknis propanganda perlu digunakan dalam suatu pemerintahan sebagai media komunikator yang menjaga control social agar tetap terjaga dalam suatu koridor kekuasaan.
Daftar Pustaka

  • Altheide, David L. & Johnson, John M. Bureaucratic Propaganda. Boston: Allyn and Bacon, Inc. (1980)
  • J. A. C. Brown Techniques of Persuasion: From Propaganda to Brainwashing Harmondsworth: Pelican (1963)
  • John H. Brown. "Two Ways of Looking at Propaganda" (2006)
  • Combs, James E. & Nimmo, Dan. The New Propaganda: The Dictatorship of Palaver in Contemporary Politics. White Plains, N.Y. Longman. (1993)
  • Robert Cole. Propaganda in Twentieth Century War and Politics (1996)
  • Robert Cole, ed. Encyclopedia of Propaganda (3 vol 1998)
  • Nicholas John Cull, David Culbert, and David Welch, eds. Propaganda and Mass Persuasion: A Historical Encyclopedia, 1500 to the Present (2003)
  • Cunningham, Stanley, B. The Idea of Propaganda: A Reconstruction. Westport, Conn.: Praeger. (2002)
  • Edward S. Herman & Noam Chomsky. Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media. New York: Pantheon Books. (1988)
  • Hindery, Roderick R., Indoctrination and Self-deception or Free and Critical Thought? (2001)
  • Jowett, Garth S. dan O'Donnell, Victoria. Propaganda and Persuasion edisi ke-4. Thousand Oaks: CA: Sage (2006)


No comments: