Saturday 24 April 2010

Pemerintahan Masa Depan

MANAJEMEN MASA DEPAN
Visi Masa Depan. Di Zaman Raja Asoka (ca 269-232) terdapat dua agama besar di Asia, yaitu Hindu dan Buddha. Untuk memperkokoh kekuasaan ia menganjurkan perdamaian dimana-mana. Pada suatu tiang batu peninggalannya tercantum sebuah pernyataan yang dapat disebut “ Doktrin Asoka”, berbunyi “ Barang siapa merendahkan agama lain, dan memuji agamanya sendiri, (berarti) merendahkan agamanya sendiri”.
Dalam kitab Sutasoma, Empu Tanturar mengemas ajaran itu dalam seloka yang sebagian berbunyi “ bhinneka tunggal ika,” lengkapnya Bhinneka Tunggal ika, Tanhana Dharma Mangrva,” artinya berbeda-berbeda tapi satu jua, tahan karena benar serta satunya cipta, rasa, karsa, kata, dan karya berdasarkan kebenaran yang tunggal. Dalam Kerajaan majapahit (1292-1525) nilai ideal “berbeda (beragam) tetapi (ber) satu” itu menjadi kenyataan : raja Hayam Wuruk (memerintah 1350-1389) beragama Hindu, sedangakan Perdana Mentrinya Gadjah Mada (menjabat 1331-1364) beragama Buddha.
Bertokal dari sejarah yang menunjukan bahwa Bhinneka Tunggal Ika sebagai system nilai ideal di zman dahulu bias menjadi kenyataan, maka adalah tepat takala Presiden Soekarno dalam pidato HUT Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1950 menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah sesanti (baca: Credo), bahkan dapat disebut visi (walaupun Presiden Soekarno tidak secara ekspilit menyatakan demikian) bangsa Indonesia dalam membangun bangsa (Nation Building) dan membentuk watak (Character Building). Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah system nilai yang terdiri dari dua komponen besar yaitu “Bhinneka” (fakta) dan “Tunggal Ika” (ide). Antara dua komponen itu terjadi hubungan timbale-balik. Di satu pihak, fakta berfungsi sebagai infut bagi pembentukan ide, dan sebaliknya ide berfungsi sebagai infut bagi perwujudan fakta. Di phak lain, kesatuan (“Tunggal Ika”) terdiri dari komponen-komponen yang masing-masing memiliki kekhususan (uniqueness, quality), sehingga yang satu terlihat berbeda (beragam, “bhinneka”) dengan yang lain, Sistem nilai Bhinneka Tunggal Ika itu kemudian dijadikan hokum positif dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951.
Visi dan Misi. Lingkungan bagi organisasi (Negara adalah organisasi) di satu pihak merupakan sumber kehidupannya, dan di pihak lain ancaman. Oleh sebab itu, pemerintahan pada dasarnya bertumpu pada 3 hal : dalam negeri, luar negeri, dan perlindungan/ pertahanan agar lingkungan tidak menjadi ancaman melainkan sumber daya terhadap organisasi. Institut yang bertanggung jawab atas ketiga hal itu berturut-turut adalah Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, dan Departemen Pertahanan. Mengingat strateginya posisi ketiga institusi itu, maka ketiganya (dapat) disebut triumvirate. Dilihat sudut Manejemen Pemerintahan, departemen Dalam Negeri memegang posisi terpenting.
Pengamatan empiric menunjukan bahwa dalam lingkungan Departemen (dahulu Kementrian) Dalam Negeri dari dahulu sampai sekarang selalu terdapat unsur-unsur yang sebagian bertugas pokok memperoses persatuan bangsa guna mewujudkan nilai-nilai kesebangsaan (wholeness, “ Tunggal Ika,” misalnya Direktorat Jendral Sosial Politik, Pemerintahan umum, dan dulu Agraria) sedangkan sebagian lagi mengelola ke “ bhinneka “an guna memperkuat nilai-nilai kekhususan (uniqueness, quality) tiap komponen nusantara (misalnya Direktorat Jenderar Otonomi Daerah, Pembangunan Daerah, dan Pembangunan Desa). Pemrosesan (Processing) persatuan dan pengelolaan ke “bhinneka”an itu merupakan misi Departemen Dalam Negaeri. Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa menjalankan misi Bhinneka Tunggal Ika menjadi kenyataan sejarah adalah Departemen Dalam Negeri. Lingkungan kerja departemen ini ada kalanya diidentifikasikan sebagai pemerintahan dalam negeri.
Kemampuan yang Diperlukan : Kemampuan Generalis dan Spesialis. Guna mewujudkan visi dan menjalankan misi tersebut Departemen Dalam Negeri memerlukan dua macam kemampuan (capability = ability + capacity) pada semua level dan fungsi dari yang tertinggi (akademik-konseptual) sampai pada yang terendah (teknikal-operasional)—profesional versus amateurish, amatir, bukan profesional versus akademik – yaitu kemampuan untuk memperoses persatuan bangsa, dan kemampuan untuk mengelola kebhinnekaan nusantara,. Kemampuan itu disandang oleh actor pemerintahan. Actor yang bertanggung jawab dalam memperoses persatuan bangsa—dahulu disebut pamong praja—memerlukan pengetahuan sedikit-demi-sedikit tentang semakin banyak hal: generalis: sedangkan actor yang bertanggung jawab dalam mengelola kebhinnekaan nusantara memerlukan pengetahuan yang semakin dalam tentang semakin sedikit hal (daerah, masyarakat): spesialis, dalam hal ini spesialis componental (komponen dalam arti komponen bangsa, yaitu daerah yang aneka ragam, yang masing-masing mempunyai uniqueness sendiri, jadi ada spesialis Papua, spesialis Madura, dst). Di samping tenaga-tenaga tersebut, diperlukan tenaga yang memiliki keterampilan (skill,craft, art) khusus tentang suatu job, suatu teknologi, keterampilan atau suatu kepandaian, yang berkualifikasi teknikan-operasional, baik di dalam maupun ke luar organisasi. Tenaga keteknikan-operasional tersebut dibentuk melalui program diploma. Baik tenaga generalis dan spesialis, maupun tenaga terampil, diharapkan professional, berturut-turut profesional-akademik-konseptual dan professional-teknikal-operasional.
Gambar : Tenaga dan Kemampuan yang Dibutuhkan
TENAGA
GENERALIS SPESIALIS
KEMAMPUAN AKADEMIK
KONSEPTUAL 1 2
TETNIK
OPERASIONAL 3 4

Seperti dikemukakan di atas, kemampuan-kemampuan tiu digunakan sebagai alat dan cara mewujudkan visi dan menjalankan misi Departemen Dalam Negeri. Perwujudan visi dan perjalanan misi tersebut merupakan proses perubahan dan pembaharuan terus-menerus, dalam menghadapi tuntutan zaman, baik akademik-konseptual maupun teknikan-operasional, berfungsi sebagai agen perubahan dan permbaharuan social.





Gambar : Agen Perubahan dan Pembaharuan Berorientasi Lingkungan
PERUBAHAN DAN PEMBAHARUAN
TIDAK
DIKENDALIKAN DIKENDALIKAN
DISIAPKAN
LINGKUNGAN PERMISIF EVOLUSIONER PERUBAHAN SOSIAL YANG DISIAPKAN/ DIKENDALIKAN : PEMBANGUNAN
TIDAK
PERMISIF KONFLIK
DIALEKTIKAL DIPAKSAKAN
REVOLUSIONER

Peran Kybernologi, Sumber dan akar profesionalisme adalah ilmu pengetahuan, seni, dan teknolodi (IPSENTEK). Pertanyaannya ialah, IPSENTEK mana yang diperlukan oleh (actor) generalis dan spesialis agar ia mampu memperoses persatuan bangsa dan mengelola kebhinnekaan nusantara ? itulah IPSENTEK yang bersumbarkan Ilmu Pemerintahan (berparadigma) Baru, yang terbentuk berdasarkan anggapan-dasar bahwa sebagian kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi dan dilindungi secara istimewa adalah layanan public dan layanan civil, bahwa pemerintahan adalah proses pemenuhan dan perlindungan kedua kebutuhan itu secara istimewa, bahwa pemerintahan adalah badan yang memperoses pemerintahan (prosedur), yang sibentuk dan dikelola secara istimewa pula, dan bahwa pemerintah adalah consumer suara (vote) pihak manusia yang-diperintah; bahwa manusia adalah pelanggan dan consumer adalah kinerja (proses, output, dan outcome) pemerintahan, dan bahwa manusia adalah produser suara sebagai dasar legitimasi pemerintahan; bahwa suara tersebut terbentuk dalam interaksi antara produser dengan consumer pada garis-depan pemerintahan yaitu Desa/ Kelurahan/ Dinas dsb.
Supaya ilmu itu mampu berperan sebagai normal science dalam mewujudkan visi dan menjalankan misi Departemen Dalam Negeri seperti diuraikan di atas, ia harus beriterface dengan semua cabang ilmu pengetahuan (humaniora, eksakta dan ilmu-ilmu social) dan dikembangkan melalui pendekatan kunatitatif (guna menemukan the wholeness) dan kualitatif (guna menemukan the uniqueness).
Seperti halnya Bestuurskunde yang derajat akademiknya kemudian nerkembang menjadi Bestuurs-wetenschap dan Bestuurs-wetenschappen, derajat akademik kybernologi juga berkembang secara horizontal maupun vertical, meliputi cabang-cabang Kybernologi-Eksakta, Kybernologi-Humaniora, dan induknya sendiri Ilmu-ilmu Sosial, baik Ilmu-ilmu Sosial Dasar, maupun Ilmu-ilmu Sosial terapan , seperti terlihat pada Pohon Kybernologi di atas, pada level strata, baik Stratum Satu, Stratum Dua, maupun Stratum Tiga, dan pada level diploma. Government itu sendiri menurut Herman iner adalah Politics plus Administration. Jadi status akademik Kybernology tidak lagi hanya sebagai satu mata kuliah, atau jurusan, atau fakultas, tetapi institut.
Metodik-didaktik pengajaran Kybernologi dirancang untuk membentuk kemampuan akademik-konseptual bagi tenaga-tenaga generalis dan spesialis componential, dan membentuk kemampuan eknikal-operasional bagi tenaga-tenaga terampil tersebut di atas.

Strategi Kedinasan. Sejauh ini , Ilmu Pemerintahan berparadigma lama, yaitu Ilmu Pemerintahan sebagai komponen intergral Ilmu Politik, sedang mengalami anomali. Di bawah bayang-bayang Ilmu Politik, di satu pihak ia hidup iabarat kerakap di atas batu, hidup enggan mati tak mau. Tidak ada satu pun buku Ilmu Pemerintahan yang diproduksi oleh PTN dan PTS. Yang banyak ditulis adalah Kebijakan Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan. Di pihak lain, Ilmu Pemerintahan lama itu oleh PTN dan PTS dipandang hanya sebagai ilnua”nya” PTS dalam hal ini PTS Departemen Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah, sehingga content-nya sangat diwarnai oleh politik praktik, birokrasi, dan administrasi public normatif.
Oleh karena itu, srategi diklat kedinasan (masih tetap) melalui Perguruan Tinggi Keadilan (PTK) diperlukan, dalam hal ini guna memenuhi kebutuhan Departemen Dalam Negeri akan tenaga-tenaga professional yang berderajat akademik-komseptual dan teknikal-operasional di bidang Kybernologi.
Strategi Kadernisasi. Untuk mempercepat dan mengarahkan proses visi menjadi kenyataan di atas, digunakan strategi kaderisasi (cadre: “the key group of officers and enlisted men necessary to establish and train a new military unit; a group of experienced persons for organizing or expanding abusiness, political party, etc). “ Sejak akhir tahun 60-an sampai dengan akhir tahun 80-an, pembentukan kader di lingkungan Departemen Dalam Negeri dilakukan menurut system pyramidal. Pengetahuan tentang uniqueness (ke”bhinneka”an) yang dititikberatkan pada level teknikal-operasional dipelajari melalui sejumlah Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN), berderajat bakaleureat, kemudian diploma diberbagai daerah, dilanjutkan dengan pembelajaran tentang wholeness (kebangsaan) yang dititikberatkan pada level akademik-konseptual di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), berderajat sarjana di Jakarta. Dengan demikian profesionalisme pemerintahan berakar pada sumbernya. Kader-kader yang dibentuk melalui institusi-institusi tersebut adalah kader-kader civil, bukan militer.
Gambar : Aktor dan Kemampuannya : Sistem Diklat Kader Civil
Teknikal Operasional (berkemampuan praktikal, teknikal, dan terampil) Akademi Konseptual (berkemampuan teoritik, konseptual, memiliki visi yang luas dan jauh ke depan)
Generalis
Wholeness 1 2
Spesialis
Uniqueness 3 4





Kader Tanpa Karier ? “Diklat” merupakan slah satu mata kaserisasi. Kaderisasi dengan career management tak terpisahkan, bahwa dapat dianggap identik. Career management itu sendiri identik pula dengan MSDM mikro.MSDM mikro itu meliputi sejumlah aspek, salah satunya diklat. Di lingkungan Departemen Dalam Negeri, kompetisi diklat itu jauh lebih luas (dilembagakan menjadi eselon satu langsung di bawah menteria) dan padat-proyek ketimbang urusan kepegawaian yang dilembagakan sebagai biro (eselon dua) yang padat-rutin di bawah Sekretaris Jenderal, dengan kompetensi klerikal belaka. Di bawah kondisi tersebut, kinerja menejemen karier dan pada giliranya kinerja kaderisasi, lemah.
Untuk meningkatkan dan mempercepat kinerja actor, diperlukan reformasi system pendidikan dan manajemen SDM. System pendidikan disesuaikan dengan visi dan misi Departemen Dalam Negeri, sedangkan menejeman SDM-nya diintegrasikan : Biro Kepegawaian ditingkatkan menjadi Badan Kepegawaian, dengan Pusat Diklat sebagai satu Komponennya.


















TEKNOLOGI PEMERINTAHAN
Pengertian
Sulit sekali membangun konsep Teknologi Pemerintahan. Untuk mengkonstuksi konsep itu, selain pendekatan leksikografi, digunakan konsep teknologi dari Teknologi Informatika, khususnya Management Information System (MIS).
IT memebawa pengarus yang semakin besar terhadap kinerja organisasi. Dalam hal ini pemerintahan. Informasi adalah pengetahuan yang diperoleh dari data. Prosedurnya demikian :
Gambar : Proses Informasi









BOK, Body of knowledge
Gambar diatas menunjukan ruang lingkup kompetensi IT. Melalui teknologi canggih, misalnya teknologi yang disebut artificial intelligence (Laudon, 568) dapat dihasilkan informasi yang berkualitas. Informasi berkualitas adalah “a statement about the sctructure of an entity that enables a person to make a decision or other commitment,” demikian David Kroenke dalam Management Information System (1989,19). Menurut Kroenke lebih lanjut, ada lima karakteristik informasi berkualitas, yaitu: “ pertinence”, “timeliness”, “ accuracy”, “reduced uncertainty”, dan “element of surprise”. Sudah barang tentu, kualitas tersebut yang diambil dari lingkungan privat, tidak boleh begitu saja diaplikasikan pada nidang public atau civil. Dari MIS diperoleh keterangan bahwa system informasi meliputi beberapa komponen, antara lain hardware (alat) dan software (cara, prosedur), demikian Gordon B Davis dan Margrethe H. Olson dalam Management Information System : Conceptual Foundation, Sctructure, and Development, 1985,29). Teknologi itu sendiri, terlebih-lebih IT, berubah dan berkembang semakin pesat. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditark kesimpulan bahwa Teknologi adalah cara dan alat tertentu di tangan manajeman untuk mengontrol perubahan dan menciptakan sesuatu didalam perubahan itu.


Persentuhan Teknologi dengan Pemerintahan
Seperti halnya Teknologi, Pemerintahan adalah proses perubahan. Proses itu bekerja dalam lingkungan yang juga berubah. Tetapi berbeda dengan Teknologi yang, baik cara, alat, maupun lingkungan berubah atau mudah diubah, Pemerintahan memiliki komponen atau nilai yang sukar berubah atau sulit diubah, yaitu kekuasaan, kepentingan, monopoli, dan kenikmatan. Pada segmen ini, nilai Pemerintahan bias bertabrakan atau berkonflik dengan nilai Teknologi seperti teknokrasi, profesionalisme, meritokrasi. Namun ada juga segmen Pemerintahan yang nilai-nilainya justru memerlukan perubahan dan pembedaan terus-menurus karena sasarannya berubah dan unik satu disbanding dengan yang lain. Di sisi Pemerintahan dengan Seni dan Teknik bersentuhan. Sentuhan dengan Seni membuahkan Seni Pemerintahan. Untuk melayani perubahan dan keunikan itu mutlak diperlukan Teknologi.
Adakah Teknologi Pemerintahan ?
Teknologi adalah studi tentang teknik membuat dan melakukan sesuatu. Jika “craft” atau “art” diartikan sebagai “skil”, keterampilan atau keahlian tertentu untuk membuat sesuatu barang atau melakukan sesuatu hal tertentu untuk membuat sesuatu barang atau melakukan sesuatu hal tertentu dengan menggunakan alat dan cara (prosedur) tertentu pula, maka “craft” atau “art” di sini berarti Teknik Pemerintahan dan body of knowledge yang terbentuk adalah Teknologi Pemerintahan. Tetapi jika “craft” atau “art” itu diartikan sebagai krektivitas untuk menemukan, memilih, dan menerapkan atal dan cara baru, lain atau lebih ketimbang yang sudah ada, mengingat (dan disesuaikan dengan) perubahan dan keunikan sasaran dan atau lingkungannya, maka “craft” atau “art” dalam hal ini berarti Seni Pemerintahan. Produk Seni Pemerintahan tidak paernah sama.
Kendatipun dapat dibedakan, terdapat kaitan substansidan fungsiola yang erat antara keduanya. Di satu pihak, Seni adalah teknik plus kreaktivitas. Di pihak lain, Teknik adalah Seni yang berulang. Jika Seni tertentu dapat digunakan untuk sasaran lain atau di dalam lingkungan lain, maka ia berubah menjadi Teknik. Ia menjadi cata tertentu (misalnya membuka busi mati) dan alat tertentu (alat untuk membuka busi, disebut kunci busi, hanya untuk busi) untuk memecahkan masalah tertentu ( membuka busi mati dan menggantinya dengan busi baru). Di sini terjadi proses oenggunaa tidak bias untuk masalaih lain, dalam hal peniruan maka nilai barang tiruan jauh lebih rendah ketimbang nilaibarang aslinya. Logika hubungan dan perbedaan antara Teknologi dengan Seni dalam arti sebagaimana diuraikan di atas sejajar dengan logika hubungan dan perbedaan antara benang dengan jarum, hubungan dan perbedaan antara gejala berulang (tetap,ajeg) dengan gejala sekali lalu, dan hubungan perbedaan antara pengetahuan nomotetik dengan pengetahuan ideografik.
Jadi berdasarkan segmen persentuhan antara teknologi dengan Pemerintahan, dapat dikonstruksi konsep dan kemudian teori tentang Teknologi Pemerintahan. Untuk sementara Teknologi Pemerintahan sebagai kajian tentang pembuatan dan penggunaan cara dan alat tertentu untuk memecahkan masalah-masalah pemerntahan tertentu guna meningkatkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai pemerintahan (dalm Praktik).
Sistem Teknologi Pemerintahan
Teknologi hadir dan diperlukan pada setiap matarantai siklus atau proses pemerintahan . oleh karena itu, system teknologi pemerintahan sejalan dengan system pemerintahan. system tersebut tidak hanya meliputi input, proses ( throughput), dan output seperti dicontohkan oleh kroenke dan laudon, melainkan juga outcome dan feedback ( feedforward ) suatu hambatan yang terjadi antara matarantai tersebut, bias menimbulkan gejala entropi atau gejala lag ( lihat Bab 37). Untuk mengatasi atau mencegah hal itu perlu dipelajari teori Hampden – turner tentang vicious circle dan virtuous circle (lihat Bab 36 ) .
Sistem mengandung nilai kekuasaan, kepentingan dan keniknatan, seperti telah dikemukakan di atas. Oleh karena itu membangun dan menumbangkan (memperbaharui) suatu system sangatlah sukar, kalau tidak dikatakan mustahil). Lagi pula suatu system tidak bias lahir dari subuah kekosongan (ex nihilo, nihil est). jadi bagaimana cara membuat system baru di dalam system yang sudah ada, tanpa menimbulkan konflik ? Adakah peluang untuk itu ? Secara teoritik, ada, yaitu melalui strategi Bottom-up, membangun sebuah system otonom dalam suatu lingkungan yang relative terbatas, di dalam system yang sudah ada, didukung oleh nilai-nilai seperti pembelanjaan, etika otonom, demokrasi, good governance, check ang balance, dan keterbukaan. Jika berhasil, system itu akan berkembang, meluas dan menguat, ke level makro. Actor yang berhasil membentuk system lebih mudah mengendalikan system yang dibuatnya, ketimbang seorang kandidat yang memasuki system yang sudah ada. Kandidat seperti itu pada umumnya larut di dalamnya, ketimbang menjadi larutan, kandidat yang potensial sebaiknya membentuk kelompok control di luar system, kemudian menunggu kesempatan atau mengkondisikan peluang untuk tampil ke depan (masuk system).
Pelaku (Aktor, Aktris) Teknologi Pemerintahan
Ada beberapa konsep yang berkaitan dengan teknologi. Pertama, technique. Kedua, technics. Ketiga technician. Keempat, technology. Kelima, technologish. Keenam, technocracy. Ketujuh, technocrat. Kedelapan, techno-bureaucracy. Kesembilan, techno-bureaucrat. Semua konsep itu dijelaskan oleh Meynaud (op.cit.). yang pertama, kedua, dan keempat, telah dikemukakan di atas.
Makana istilah technisien dalam bahasa Perancis, lebih luas ketimbang technician dalam bahasa Inggris. Technisien berarti “ Trained expert in the applied sciences,” termasuk ekonomi dan keguruan, bukan hanya di bidang keteknikan. Ahli di bidang technology disebut technologist (teknologis, orang; teknologikal, sifat). Kalangan tertentu berpendapat bahwa sebutan teknolosis hanya bagi mereka yang merupakan specialist (spesialis) di bidang tertentu. Tetapi kalangan ini menggunakan pengertian yang lebih luas : technologist meliputi kalangan specialist dan kalangan generalist (misalnya manager). Technocracy adalah “the political situation in which effective power belongs to technologists termed technocrats”. Seorang teknologis berubah menjadi teknorat tatkala ia “acquires the capacity for making decisions, or carries the most weight in determining the choices of the person officially responeble for them”. Dengan perkataan lain, teknokrasi sebagai system pemerintahan adalah “government not by engineers, but by experts”, yaitu oleh para ahli yang disebut teknorat.
Seseorang memperoleh kapasitas teknoratik melalui berbagai posisi dan peran. Pertama posisi sebagai pejabat pemerintahan tingkat menengah ke atas, baik legistatif, eksekutif, maupuin yudikatif. Posisi tersebut dicapai melalui proses recruitment berdasarkan kriteria yang keu dan seleksi ketat pada setiap posisi. Kedua, posisi sebagai perwira militer, ketiga, elit akademik. Melalui proses belajar-mengajar modern dan terbuka, kaum ulama lulusan berbagai pesantren dan sekolah teologi di Indonesia, pada suatu saat kelak bisa menjadi teknorat yang handal. Boleh dikatakan, jika teknorasi dipandang sebagai variable Y, ketiga factor itulah veriabel X nya.
Seperti halnya hubungan antara nilai – nilai pemerintahan dengan nilai – nilai teknologi , nilai – nilai technocracy bisa bersinergi dan bisa juga berkonflik dengan nilai –nilai lainnya seperti terjadi antara technocracy dengan democracy, antara technocracy dengan bureaucracy antara technocracy dengan partitocracy dan technocracy dengan professional representation
Nilai Teknokrasi
dan Nilai Pemerintahan Lainnya

KONFLIK SINERGI
TEKNOKRASI DENGAN DEMOCRACY ‘technocratic
Dictatorship’ ‘democratic
Technocrat’
BUREAUCRACY Efficiency
Vs power Techno-bureaucracy, misunion leaders
PARTITOCRACY ‘the chaotic dictatorship of anarchic assemblies’ Peofssional party lesders
PROPESSIONAL
REPRESENTATION Technocracy vs pressure group and ideological group ‘consulative administration’

Techno-bureaucrat, yaitu pelaku techno – bureaucracy di Indonesia mengalami kesulitan begitu masuk ke dalam system yang ada , kecuali mengambil sikap kompromistik atau kolusif .
Intervensi Teknokrasi
Intervensi Teknokrasi ke dalam tubuh perintahan di Indonesia terjadi melalui beberapa institusi statal seperti menristek akademisi yang memasuki dunia politik dan birokrasi, LIPI dan badan- badan sebangsanya, Bappenas, badan penelitian dan pengembangan (research and depelopment ) di lingkungan departemen pemerintahan , TNI dan Polri. sebagai contoh B. J. Habibie. Intervensi itu terlihat menyolok tatkala teknokrasi dijadikan syarat bagi pencalonan cawapres, agar Habibie bisa masuk. Sebelumnya, ketika menjabat sebagai Menristek, dalam konferensi Nasional persatuan Ahli Teknik Indonesia (12-13 Desember 1997), Habibie memprekdisikan bahwa pada tahun 2010, 95% bangsa Indonesia berada di kelas menengah, sementara sisanya merupakan kelompok orang kaya raya. Perubahan social yang dahsyat itu, katanya, terjadi berkat teknologi.
Kalau kita sudah mampu membuat pesawat terbang sendiri dengan segala aksesoris teknologinya yang amat rumit, maka kita sebenarnya juga bisa membuat produk apa saja, apakah itu kapal, mobil, sepeda motor dan produk lainnya. (Suara Pembaharuan, 16 Desember 1997)
Disamping intervensi teknokrasi melalui teknokrat, teknokrasi juga mempengaruhi roda pemerintahan melalui kamajuan research dan technology. Model yang digunakan oleh P. A. F white dalam Effective management of Research and Development (1975) adalah :
Gambar : Research and Development

RESEARCH INVENTION DEVELOPMENT INNOVATION

Denagn model itu, White menyatakan bahwa inovasi teknologi tidak dengan terjadi; ia adalah titik akhir proses pembangunan yang berhasil dan juga titik awal kegiatan yang baru. Sudah barang tentu, inovasi tersebut didukung oleh dan berjalan bersama-sama dengan perubahan social budaya suatu masyarakat. Salah satu bentuk teknologi yang ditawarkan sebagai strategi bisnis pemerintahan adalah electronic government (Douglas Homes dalam eGov : eBusiness Strategies for Government, 2001), atau electronic governance (Rogers W’O Okot-Uma, Electronic Governance : Reinventing Good Government,tt).

Electronic Governance (e-Gov, eGov)

EGov adalah perkembangan terakhir teknologi informasi di bidang pemerintahan. Oko-Uma menjelaskan sebagai berikut

…..the benefit of eGoverment will continue to depend on the relisation of technical advantages in electronic business (eBusiness) in the broadest sense. Electronic Business (eBusiness) refers to a broader definition of Electronic Commercy (eCommerce), not jush buying and selling but also servicing costumers and collaborating white business partners, and conducting electronic transactions whitin an organization entity.
Seeks to realize processes and structures for harnessing the potentialities of information and communication technologies (ICTs) at various levels of government and the public sector and beyond, for the purpose of enhancing Good Governance.

Hubungan antara eGov dengan good governance (GG) diperlihatkan oleh Holmes dalam struktur Bagian Pertama bukunya :

Part One : The ABCs of eGovernment
1. Getting From A to C : Admistration to Citizen
2. Getting From A to B : Admistration to Business
3. Getting From A to A : Admistration to Admistration

Seperti diketahui, ABC itu adalah tiga sokoguru GG, yaitu masyarakat (Civil), bisnis, dan Pemerintah.

Tantangan Terhadap Teknologi Pemerintahan

Pengembanan Teknologi Pemerintaha menghadapi beberapa tantanan :
1. Aspek Hukum (legalitas proses, produk, dan distribusi eGov).
2. Keamana (hak cipta, cybercrime).
3. Aspek Sosial (Smart Communities).
4. Aspek Budaya (Budaya Teknologi).
5. Cyberdemojracy (Electronik Suffrege, kemungkinan pemilu melalui internet)
6. Public Policy (Taming the Wild Web, pengaman eGov).
7. Universal access: Spreading the Web Woridwide (Pengembangan eGov internasional.)









REFERENSI

- Ndraha,Talizuduhu, Kybernology “Ilmu Pemerintahan Baru”, 2001, Rineka Cipta : Jakarta jilid I
- Ndraha,Talizuduhu, Kybernology “Ilmu Pemerintahan Baru”, 2001, Rineka Cipta : Jakarta jilid II

No comments: